Pada suatu hari, Kyai Ageng Maliu mengumpulkan semua warganya di
padepokannya. “Bapak-bapak, Ibu-ibu, dan Saudara semua, terima kasih
kalian sudi mendatangi undangan saya,” berkatalah Kyai Maliu dihadapan
warga yang diundangnya. Kemudian lanjutnya, “Apa kalian kerasan tinggal
di tempat ini?” Semua warga menjawab sudah betah dan nyaman tinggal di
tempat baru tersebut. “Baik, terima kasih. Namun, ada suatu hal akan
saya sampaikan kepada kalian.” “Sesuatu apa, Kyai?” tanya seorang warga.
“Kalian tahu tempat ini belum bernama. Nah, maksud saya mengundang kalian adalah untuk bermusyawarah menetapkan nama yang cocok untuk desa
kita ini.” Kemudian musyawarah menentukan nama desa dilaksanakan.
Banyak yang mengusulkan nama dengan alasan masing-masing. Karena banyak
perdebatan, maka Kyai Maliu juga mengusulkan sebuah nama, yaitu Banjar.
Alasannya, selain tempatnya indah, tanah-tanahnya berundak dan
berbanjar. “Aku setuju Kyai….” jawab sesorang. “Aku juga setuju Kyai….”
jawab yang lainnya hampir serempak. Atas dasar musyawarah warga hari itu
juga, Kyai Maliu diangkat menjadi petinggi dan kemudian dikenal sebagai
Kyai Ageng Maliu Petinggi Banjar. Kyai Ageng Maliu terkenal sebagai
pemimpin yang memiliki rasa asah, asih, dan asuh sehingga sangat
dicintai oleh rakyatnya. Penduduk desa Banjar sangat giat dalam bekerja
di sawah-sawah. Tidak heran kalau rakyatnya hidup makmur dalam hal
sandang, pangan, dan papan. Dibawah kepemimpinannya desa Banjar berhasil
menjadi desa yang mandiri dan berlimpah pangan.
Bahkan desa Banjar pada saat itu sempat menjadi lumbung padi untuk
daerah-daerah di sekitarnya. Kehidupan beragama juga tumbuh dengan
subur dan menjiwai segenap aspek kehidupan rakyatnya. Masjid-masjid
selain digunakan sebagai tempat ibadah salat juga digunakan untuk
bermusyawarah dalam memecahkan segala urusan desa. Mulai dari menentukan
kapan waktu yang cocok untuk menanam padi, perawatan, dan memanen.
Semuanya dikerjakan dengan gotong royong dan penuh rasa kekeluargaan.
Tidak heran kalau pada waktu itu desa Banjar terkenal hingga luar daerah
dan mengundang perhatian para ulama besar yang sedang melaksanakan
dakwah Islam. Suatu hari, datanglah tiga orang tamu ke pondok Kyai
Ageng Maliu. Dilihatnya tiga orang tamu yang
dipastikan bukan berasal dari daerah Banjar. Cara berpakaian dan tutur
katanya setidaknya bisa dijadikan alasan. “Mari Kisanak, silakan
masuk….!” ucap Kyai Ageng Maliu sambil menjabat tangan ketiga tamunya
satu per satu. “Terima kasih Kisanak telah menerima kami dengan baik. Oh
ya, perkenalkan, saya adalah Giri Wasiyat dari Gresik. Sedangkan kedua
ini adalah saudaraku, Kangmas Prapen dan Dimas Giri Pit. Kami bertiga
adalah putra Rama Sunan Giri dari Gresik.” “Allahuakbar…. saya
kedatangan tamu agung rupanya….” “Jangan berlebihan Kisanak. Saya sudah
tahu bahwa Kisanak petinggi desa ini. Santri-santri yang belajar di
pondok sangat banyak. Untuk itu kami bertiga menyempatkan datang kemari
untuk saling bertukar pengalaman.” “Jangan berkata begitu Pangeran.
Kalau saya berani berdakwa itu hanya berbekal niat. Namun, saya yakin
kalau Pangeran bertiga selain bekal niat juga telah memiliki ilmu agama
yang mumpuni.” “Di mata Allah kita itu sama. Segala ilmu adalah milik
Allah. Kita hanya dipinjami, itupun sangat terbatas. Namun demikian,
jika ilmu yang sedikit ini diamalkan untuk orang lain, maka jadilah ilmu
yang bermanfaat, demikian Rama Sunan Giri pernah berwasiat menirukan
sabda Nabi Muhammad.” Semenjak kedatangan tamu dari Gresik, hampir
setiap malam diadakan pengajian umum. Rakyat desa Banjar benar-benar
merasa beruntung dapat menimba ilmu keagamaan secara luas dari seorang
ulama besar secara langsung. Kyai Ageng Maliu banyak berguru kepada Kyai
Ageng Giri Wasiyat. Kyai Ageng Maliu sendiri adalah orang yang cerdas,
jujur, disiplin, dan taat beribadah. Tidak heran kalau Kyai Ageng Giri
Wasiyat sangat tertarik akan sikap terpuji Kyai Ageng Maliu, tuan rumah
sekaligus santrinya itu. Untuk memperkokoh persahabatan dan sebagai
penghargaan atas kebaikan Kyai Ageng Maliu, beliau berdua sepakat akan
menghadiahkan putrinya, Nyai Barep, kepada Kyai Ageng Maliu sebagai
istrinya. Terjadilah pernikahan dan Nyai Barep resmi menjadi istri Kyai
Ageng Maliu. Selepas kepergian Sunan Giri Pit dan Pangeran Giri Wasiyat,
Kyai Ageng Maliu bersama istrinya tetap meneruskan dakwah membina warga
desa Banjar dalam bidang keagamaan dan pertanian. Desa Banjar
berkembang sangat pesat. Selain sebagai pusat penyebaran agama, juga
tempat bertemunya para pedagang. Karena sebagai tempat perniagaan maka
desa itu semakin ramai dan berpenduduk banyak. Akhirnya desa itu
berkembang menjadi sebuah kota atau tepatnya disebut kadipaten. Semula
Kadipaten Banjar berlokasi di sebelah timur kali Merawu, kemudian
pindah ke sebelah barat kali Merawu dan kemudian dikenal dengan nama
Banjar Watu Lembu. Selanjutnya pusat pemerintahan dipindahkan dari
Banjar Watu Lembu ke sebelah selatan kali Merawu yang sekarang menjadi
Kota Banjarnegara. Mengutip laman bahwa Lokasi pusat pemerintahan di
daerah pesawahan yang cukup lebar (Banjar), dan dinamakan Banjarnegara.
Banjarnegara berasal dari dua kata yaitu Banjar yang artinya sawah atau
lebar dan negara yang artinya kota. Jadi dahulu kala kota Banjarnegara
didirikan di daerah pesawahan yang cukup lebar dan datar.
Sistem Sosial
Sistem sosial yang sudah terbentuk di kota Banjarnegara meliputi Dinas Sosial Perangkat yang dibentuk berdasarkan peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 2 Tahun 2016 Tentang peembentukan dan susunan perangkat daerah, dan Peraturan Bupati Banjarnegara Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Sosial Kabupaten Banjarnegara.
Perangkat Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah melaksanakan tugas pokok menyelenggarakan urusan pemerintahan Bidang Sosial. Tugas dan Fungsi masing-masing jabatan sesuai peraturan bupati Banjarnegara Nomor 67 Tahun 2016 tentang Struktur Organisasi, tugas dan fungsi perangkat daerah.
Kepala Dinas mempunyai tugas membantu Bupati dalam melaksanakan urusan pemerintahan bidang sosial yang menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan yang ditugaskan kepada daerah. Adapun salah satu fungsi Kepala Dinas yaitu merumuskan kebijakan di bidang pemberdayaan sosial, perlindungan, jaminan sosial, dan rehabilitasi sosial serta pendataan dan penanganan kemiskinan.
Sekretariat mempunyai tugas melakukan perencanaan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pengkoordinasian, pemantauan, evaluasi, pelaporan meliputi pembinaan ketatausahaan, hukum, keuangan, kerumah tanggaan, kerjasama, kearsipan, dokumen, keorganisasian dan ketatalaksanaan, kehumasan, kepegawaian, pelayanan administrasi di lingkungan dinas sosial. Sekretariat juga menyelenggarakan fungsi pengkoordinasian kegiatan di lingkungan Dinas Sosial.
Bidang Pemberdayaan Sosial mempunyai tugas melakukan perencanaan perumusan, pengkoordinasian, pelaksanaan, pembinaan dan fasilitasi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan meliputi penerbitan izin pengumpulan sumbangan dalam daerah kabupaten, pengembangan potensi sumber kesejahteraan sosial daerah kabupaten, pembinaan lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga (LK3) yang wilayah kegiatannya dikabupaten, pemeliharaan taman makam pahlawan nasional kabupaten, penyuluhan sosial dan pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, kejuangan dan kesetiakawanan sosial. Bidang Pemberdayaan Sosial juga mempunyai fungsi melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Bidang Perlindungan, Jaminan Sosial dan Rehabilitasi Sosial mempunyai tugas melalukan perencanaan perumusan, pengkoordinasian, pelaksanaan, pembinaan dan fasilitas, pemantauan, evaluasi dan pelaporan bidang perlindungan, jaminan sosial dan rehabilitasi sosial terhadap anak terlantar, anak jalanan, anak nakal, korban tindak kekerasan, pekerja migrant bermasalah, lanjut usia terlantar, penyediaan kebutuhan kebutuhan dasar dan pemulihan trauma bagi korban bencana, penyandang disabilitas, penyandang tuna sosial, eks narapidana, eks Wanita Tuna Susila (WTS), psikotis terlantar, gelandangan, pengemis, dan orang terlantar. Bidang Perlindungan, Jaminan Sosial dan Rehabilitasi Sosial juga menyelenggarakan fungsi pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai tugas dan fungsinya.
Bidang Pendataan dan Penanganan Kemiskinan mempunyai tugas melakukan perencanaan perumusan, pengkoordinasian, pelaksanaan, pembinaan dan fasilitasi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan meliputi pendataan dan pengelolaan data fakir miskin cakupan Daerah Kabupaten Banjarnegara, pendataan dan pengelolaan data PMKS dan PSKS, Verifikasi dan validasi data Program Keluarga Harapan, raskin dan data terpadu, Verifikasi dan validasi Kartu Jawa Tengah Sejahtera, pemberdayaan fakir miskin, keluarga Rawan Sosial Ekonomi (KRSE), keluarga rentan dan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Bidang Pendataan dan Penanganan Kemiskinan juga menyelenggarakan tugas perencanaan perumusan kebijakan bidang pendataan, pengelolaan data fakir miskin cakupan daerah kabupaten.
Kelompok Sosialnya
Salah satu kelompok sosial yang ada di Kabupaten Banjarnegara yaitu Gerakan Sosial HITAMBARA (Himpunan Tani Masyarakat Banjarnegara), himpunan tersebut bertujuan untuk meminta hak atas tanah bekas Hak Guna Usaha PT Pakisadji Banjumas kepada pemerintah melalui redistribusi tanah sehingga diperoleh sertifikat Hak Milik. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam gerakan sosial tersebut di antaranya, seluruh anggota kelompok HITAMBARA dan didampingi oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Forum Sekolah Bersama (SEKBER). Gerakan Sosial yang dilakukan menggunakan taktik politik tanpa terlibat secara langsung. Kelompok HITAMBARA dibentuk akibat keresahan petani penggarap mengenai hak milik atas tanah dan tujuan untuk memperoleh sertifikat tanah. Perjuangan perolehan hak milik tersebut diusahakan melalui jalur hukum dan politik dengan mengajukan permohonan redistribusi tanah. Tanah yang diberikan merupakan tanah negara bebas bekas Hak Guna Usaha (HGU) yang terdaftar sebagai obyek landreform. Petani yang memperoleh sertifikat tanah adalah mereka yang memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961.
Tindakan yang dilakukan oleh kelompok HITAMBARA dirancang dengan baik beserta tugas dan tanggung jawab masing-masing berdasarkan struktur kelompok tersebut maupun kesepakatan yang di diskusikan bersama. Gerakan sosial yang dilaksanakan oleh petani penggarap telah direncanakan bersama sebagi latar belakang terbentuknya kelompok HITAMBARA, anggota yang ikut terlibat dalam gerakan sosial tersebut didorong dengan perasaan senasib dan harapan yang sama untuk dapat memiliki tanah bekas Hak Guna Usaha PT Pakisadji Banjumas yang mereka garap.
Interaksi Sosial Masyarakat
Interaksi sosial adalah kemampuan seseorangdalam melakukan hubungan sosial antara individu dengan individu, atau individu dengan kelompok yang ditandai dengan adanya kontak sosial dan komunikasi. Manusia sebagai makhluk sosial harus melakukan interaksi dengan individu lainnya. Hal itu karena tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, maka dari itu interaksi sosial sangatlah penting. Interaksi sosial bisa terjadi dimana saja, termasuk di lingkungan sekitar kita dalam kehidupan sehari-hari.
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang pribadi antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara pribadi dengan kelompok manusia. Sedangkan organisasi keagamaan merupakan kegiatan yang dikoordinasikan oleh sekelompok orang atau masyarakat yang berbasis pada pengembangan keagamaan. Permasalahan interaksi sosial kali ini yaitu berkaitan dengan interaksi sosial Muhammadiyah dan NU yang tergabung di sebuah desa di Banjarnegara. Kedua organisasi tersebut dapat bekerjasama ditengah kefanatikan dan perbedaan pemahaman. Interakasi sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain hubungan kekerabatan, kesadaran akan perbedaan paham, Intensitas bertemu yang cukup tinggi, adanya tujuan yang akan dicapai bersama, ajaran dari para ketua kedua organisasi yang selalu memberi contoh yang baik. Kedua organisasi tersebut juga melakukan interaksi dalam bentuk Asosiatif yang berupa kerjasama dibidang keamanan, gotong royong sumbangsih tenaga, bahkan sampai jamaah untuk mengikuti pengajian, menyembunyikan pola komunikasi yang baik jika dari salah satu organisasi terdapat suatu kekeliruan (akomodasi), disetiap acara pengajian mengundang satu sama lain untuk ikut berpartisipasi maupun di pernikahan beda organisasi (asimilasi). Kedua organisasi tersebut juga melakukan interaksi sosial dalam bentuk disosiatif yaitu persaingan berupa kata-kata yang mengandung kecemburuan dan perbandingan antar organisasi dan kontravensi dapat berupa penghasutan.
Hubungan Masyarakat Dengan Budaya
Kabupaten Banjarnegara memiliki berbagai macam kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, seperti embeg, lengger, aplang, kuntulan, jepin, enggreng, topeng lengger dan sebagainya. Seiring perkembangan zaman yang serba modern kesenian yang ada di Banjarnegara mulai surut. Hal ini disebabkan karena kurangnya pihak-pihak yang mampu mengemas kesenian yang ada di Banjarnegara. Lengger merupakan tari di daerah Banyumas yang menjadi ciri khas Karasidenan Banyumas. Lengger Banyumasan berkembang diseluruh daerah di Karasidenan Banyumas tidak terkecuali di Kabupaten Banjarnegara. Namun, kelompok-kelompok kesenian yang ada di daerah-daerah belum mampu untuk memunculkan karya inovasi mereka sehingga sumber daya yang ada dalam masyarakat belum dapat digali sepenuhnya, khususnya dalam bidang kesenian.
Selain dalam bidang kesenian Kabupaten Banjarnegara juga memiliki industri kerajinan yaitu batik khas Gumelem Kabupaten Banjarnegara, dimana batik tersebut mempunyai karakteristik tersendiri pada corak batik masa kini. Batik Gumelem masih belum dapat dikenal secara luas bahkan dapat dikatakan mengalami penurunan minat akan penggunaannya, sehingga dalam pemasarannya Batik Gumelem masih kalah jika dibandingkan dengan Batik Surakarta pada umumnya. Para pengrajin Batik Gumelem sebagian besar hanya memasarkan batiknya melalui tengkulak yang pemasarannya masih terbatas di wilayah Banjarnegara dan Karasidenan Banyumas. Pendistribusian batik Gumelem belum mampu menembus pasar dalam maupun luar negeri. Para pengrajin kurang memiliki pengalaman dalam memasarkan dan mengemas hasil karya mereka agar dapat mempunyai nilai jual yang tinggi di industri pasar.
Banyaknya budaya, tradisi dan sejarah di Kabupaten Banjarnegara bisa saja suatu saat punah jika tidak dilestarikan. Padahal, semua itu sangat bermanfaat untuk pembelajaran generasi yang akan datang. Pentingnya bagi para generasi muda di Kabupaten Banjarnegara untuk tetap melestarikan budaya dan tradisi yang ada di Kabupaten Banjarnegara agar budaya-budaya dan tradisi-tradisi yang ada di Kabupaten Banjarnegara tetap ada dan berkembang sehingga tidak punah.
Komentar
Posting Komentar